Header Ads

Penambangan Pasir di Laut




PENAMBANGAN PASIR LAUT DI RIAU.


A.   Penambangan pasir laut yang telah berlangsung semenjak tahun 1970, meningkat secara luar biasa pada tahun 1998 s/d 2002. Disamping telah memberikan sumber pendapatan bagi daerah dan keuntungan ekonomis bagi sebagian pengusaha, Indonesia menanggung berbagai akibat baik lingkungan hidup, migrasi pantai, erosi, kekeruhan, perubahan substrat yang berakibat ekosistem biota, perubahan pH air laut menjadi lebih basa yang sangat berpengaruh terhadap ekosistem biota laut (plankton), penurunan produktifitas perikanan karena terputusnya mata rantai untuk kehidupan ikan-ikan dilaut ataupun kehidupan organisme laut (terumbu karang dsb), serta berbagai dampak jangka panjang lainnya seperti tenggelamnya P Nipah. Sementara Singapura menangguk keuntungan material maupun berbagai keuntungan lainnya dalam skala yang tidak dapat dibandingkan.

B.    Penambangan pasir di kepulauan Riau menggunakan teknologi yang lazim digunakan dalam pengerukan pasir, yaitu trailing suction hopper dredger. Armada kapal keruk yang digunakan termasuk kapal yang tercanggih dan terbesar di dunia, yaitu yang dimiliki oleh konsursium Jan De Nul  (Belgia), yang menguasai sedikitnya 22% pangsa pasar pasir laut yang digunakan untuk reklamasi di Singapura. Kapal ini dibuat di Jerman, diluncurkan pada tanggal 5 Nopember 2002.

C.    Penambangan pasir banyak dilakukan di sekitar Kep. Riau, terutama di perairan sekitar pulau. Kundur, Karimun dan Batam. Disamping digunakan untuk kegiatan perikanan tangkap, perairan ini juga diketahui dilalui oleh jalur kabel laut, pipa gas dan lalu lintas laut . Penambangan pasir laut dilakukan setelah  mengetahui potensi cadangan dan kemudian dengan melakukan pengerukan mengikuti jalur  “jalur sweeping”  yang telah ditentukan menurut geometri cadangan pasir yang telah diketahui.

D.   Kegiatan penambangan pasir mengakibatkan perubahan lingkungan fisik-biologis terhadap perairan sekitarnya dalam bentuk perubahan kualitas air, arus dan gelombang, serta kesetabilan lereng. Ketiga perubahan dalam “derajat pertama” ini kemudian dapat mengakibatkan perubahan dan dampak  dalam “derajat kedua” berupa penurunan produktifitas laut, erosi pantai, kerusakan pantai dan mangrove, terumbu karang.      

Suatu simulasi  kerugian yang diakibatkan terhadap perikanan tangkap, wisata bahari, dan ekonomi mangrove memberikan gambaran besarnya kerugian, yang jauh diatas dana yang dialokasikan bagi community development dalam penambangan pasir ini. Faktor-faktor lain seperti kemungkinan adanya mineral berharga,  kerugian-kerugian lain berupa dampak sosial serta berbagai rente ekonomi lainnya belum diperhitungkan dalam kesempatan ini.

E.    Pasir dari daerah Riau banyak mengandung logam jarang ( Titanium, Vanadium, Paladium, Yttrium, Wolfram dll ) dan logam tanah jarang ( Ce, Pr, Nd, Pm, Sm, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm,Yb, Ru ) yang mempunyai nilai strategis bagi ndustri serta mempunyai harga yang sangat mahal. Oleh Singapura sebagian pasir di eksport ke Eropa, USA, Jepang dll. Pengerukan pasir apabila dikelola dengan baik, akan sangat mempunyai nilai tambah tersendiri. 

F.    Aktifitas penambangan pasir laut dikepulauan Riau sangat menggiurkan keuntungan, sehingga mendorong banyak pihak terlibat dalam bisnis tersebut. Ditinjau dari sisi lain kegiatan penambangan itu dapat membawa efek buruk bagi pendapatan negara dan merugikan garis pangkal wilayah laut Indonesia. Kalau luas perairan kepulauan Riau sebesar 235.294,57 Km², potensi endapan pasir laut ± 1.200 miliar m². Didasarkan pada program negara Singapura terhadap reklamasi pantainya, membutuhkan 800 juta m² pasir laut dan seluruhnya diharapkan dari kepulauan Riau. Rencana penimbunan pasir dilokasi reklamasi Pulau Ubin, Tekong, Jurong dan Tuas.

G.   Kegiatan penambangan pasir dilaut  dapat membawa dampak terhadap lingkungan dan kerugian negara antara lain :

        1.     Perubahan morfologi dasar laut (bathymetric) menjadi tidak beraturan akibat lokasi pengerukan yang tidak beraturan dan organisme benthos terancam. Perubahan morfologi dasar laut itu, secara langsung akan mengganggu kehidupan biota laut dan lingkungan, seperti rusaknya ekosistem serta dapat terjadinya abrasi pantai.

       2.    Kegiatan penambangan pasir membawa masalah bagi masyarakat nelayan. Pengerukan pasir secara besar-besaran berpengaruh langsung bagi ketersediaan sumber daya perikanan, sehingga aktifitas ekonomi dibidang perikanan akan terancam. Penyedotan pasir akan menghancurkan ekosistem pasir, terutama hilangnya biota benthos, fitoplankton, zooplankton dan ikan-ikan kecil. Hal ini akan berpengaruh buruk bagi industri perikanan, gilirannya pendapatan masyarakat pesisir tertekan khususnya nelayan tradisional.

       3.    Ilegal mining yang terjadi akan berakibat kerugian yang cukup besar bagi negara akan kehilangan pendapatan dari devisa, pajak dan cukai.

       4.    Adanya tumpang tindihnya perijinan. Sebagian perusahaan menggunakan ijin pemerintah daerah, seperti Gubernur atau Bupati. Ada pula menggunakan perijinan pusat. Karena terjadi tumpang tindih perijinan telah menimbulkan kesemrawutan pengambilan pasir di kepulaun Riau. Hal ini membuat banyak kegiatan tidak terdata dengan baik, sehingga  jumlah pasir diekploitasi dan diekspor  sulit diketahui dengan pasti. Kesulitan ini mengakibatkan pengaturan pengendalian penambangan menjadi sukar dilakukan, sehingga mengakibatkan ekploitasi yang berlebihan dan tidak dapat diantisipasi dengan baik.

       5.    Data Tahun 2000 ternyata di kepulaun Riau telah tenggelam sebanyak 5 pulau akibat aktivitas penambangan pasir yang salah satu penyebabnya adalah tidak dilakukan AMDAL, pembagian ruang antar lokasi penambangan dan daerah konservasi.

       6.    Adanya suplai pasir ke negara Singapura, maka semakin bertambah luas wilayah Singapura. Perluasan wilayah ini secara geopolitik akan memunculkan kasus baru di kemudian hari yakni persoalan batas laut antara Indonesia dengan Singapura. Perluasan wilayah Singapura terlihat dari luas wilayah pada tahun 1991 mencapai 633 Km² menjadi 760 Km² pada tahun 2001 atau bertambah 20%.

H.   Sampai saat ini tercatat sedikitnya ada 140 pengusaha yang bergerak di bidang penambangan pasir laut dan hanya 2 perusahaan yang memiliki dokumen AMDAL. Sebagian besar ijin penambangan telah diberikan oleh Pemda Riau, baik Provinsi maupun Kabupaten sejalan dengan bergulirnya UU No 22 Tahun 1999. Sebelum berlakunya hanya terdapat kurang dari 10 perusahaan yang memperoleh ijin untuk penambangan pasir laut.


I.    Perairan kepulauan Riau telah ditambang untuk diekspor ke negara Singapura sejak pertengahan tahun 1970-an. Pendapatan daerah dari hasil penambangan pasir laut rata-rata  Sin $ 2 Milyar per tahun (harga dasar Singapura), ekspor pasir laut ke Singapura hanya menghasilkan antara Sin $ 28-75 juta pertahun. Harga C & F pasir laut Singapura bervariasi antara Sin$ 6-8 per m³, sedangkan nilai jual di Indonesia adalah berkisar Sin $1,2-1,5 per m³. Volume impor Singapura dari Indonesia rata-rata 300 juta m³ per tahun. Berangkat dari angka ini dan dilakukan perhitungan sederhana, maka devisa yang masuk dari ekspor pasir sangat kecil  atau kurang dari  25 % dari asumsi volume pasir yang diekspor. Dengan demikian data ini telah menjadi indicator telah terjadi ekspor pasir illegal.

J.   Untuk mengantisipasi atau mengurangi kegiatan illegal mining  maka pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu :

             1.         Dikeluarkan INPRES 02 tahun 2002, tentang pengendalian penambangan Pasir Laut. Tujuan Inpres ini adalah :
a)    Meningkatkan Penerimaan Negara (Pusat dan Daerah)

b)   Memelihara dan memperbaiki Kondisi Lingkungan Pesisir dan Laut.

c)    Menjamin agar nelayan pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir umumnya tidak termarginalkan, lewat community development.

            2.      Pada tanggal 23 Mei 2002, diterbitkan Keputusan Presiden No 33 Tahun 2002, tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan  Pasir Laut.

            3.      Dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No Kep.33/ Men/2002, tertanggal 8 Agustus 2002.

            4.      Hakiki dikeluarkanya INPRES, KEPRES dan KEPMEN diatas adalah sebagai berikut :

a)    Memelihara dan memperbaiki kondisi lingkungan pesisir dan laut.

b)   Penetapan zonasi kawasan penambangan.

c)    Meningkatkan Penerimaan Negara.

d)   Meningkatkan kerjasama sinergi antara pusat dan daerah dalam rangka penanganan dan pengendalian pengusaha pasir laut.

e)    Pengaturan perijinan secara terpadu dan terkontrol..

Perlu dibahas tentang keamanan & dampak lingkungan serta material strategis apa saja yang terkandung didalam pasir dari wilayah Riau.


Setujukah anda jika penambangan pasir tsb dihentikan agar kerusakan lingkungan tidak semakin parah ?  

No comments

Powered by Blogger.